Siapa yang Berhak Duduk di Kursi DPRD Kabupaten Jayapura…??

oleh -38 Dilihat
Anggota DPRD Kabupaten Jayapura dari Fraksi Demokrat, Karel Samonsabra, S.H., Bupati Kabupaten Mathius Awoitauw, S.E., M.Si., Ketua LSM Papua Bangkit, Hengky Yokhu / Istimewa

Sentani, Topikpapua.com, – Anggota DPRD Kabupaten Jayapura dari Fraksi Demokrat, Karel Samonsabra, S.H., menilai Bupati Kabupaten Jayapura, Mathius Awoitauw gagal sebagai Pembina politik di Kabupaten Jayapura.

Hal tersebut di katakan Karel karena menurut nya, dari hasil perhitungan sementara suara pemilihan anggota legislative di kabupaten Jayapura di dominasi oleh caleg pendatang (non Papua), “Ini bukti nyata dari kegagalan Bupati menjadi Pembina Politik di Kabupaten Jayapura,” ujar Karel Samonsabra, S.H., kepada RedaksiTopik di Kantor DPRD Kabupaten Jayapura, Sentani, Senin (29/4/2019).

 “Sebagai wakil rakyat, saya berpendapat seperti begini, ya terutama buat teman-teman Non Papua itu saya lihat banyak sekali teman-teman dari partai politik seperti PKB, PKS, PAN dan PPP ini mereka mendominasi suara semua di hampir empat (4) Dapil. Untuk itu, sebagai wakil rakyat di Kabupaten Jayapura sebenarnya ada rasa penyesalan sih. Dan mewakili rakyat Kabupaten Jayapura, mungkin saya kira pimpinan (pembina) politik di daerah ini belum terlalu bagus yang diurus oleh saudara Bupati Jayapura,” Ungkap Karel

Karel meminta kepada politisi non papua agar bisa memberikan kesempatan kepada OAP di kabupaten jayapura untuk lebih di beri banyak ruang untuk berpolitik. 

“Kemudian saya pikir untuk teman-teman Non Papua ini harusnya menyadari dan mengerti, bahwa ini adalah hak politiknya orang Jayapura, khususnya masyarakat Tabi. Kasihlah kesempatan untuk anak-anak asli Papua, Jayapura ini untuk berpolitik di negerinya sendiri,” Beber Karel.

Selain itu, kata Karel, karena masyarakat Non Papua ini sudah menguasai dunia ekonomi di Kabupaten Jayapura. “Sekarang kalian mau masuk lagi ke dunia politik, itu bagaimana. Lembaga DPR inikan ada di Kabupaten Jayapura. Berarti itu milik orang Jayapura,” kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Jayapura.

Menurutnya, jika lembaga (DPR) ini didominasi oleh masyarakat Non Papua itu sama saja telah menyingkirkan Orang Asli Papua (OAP) untuk menjadi pemimpin di negerinya sendiri.

“Jadi sekali lagi saya katakan, saya kira kita lebih baik pilih merdeka saja. Mandiri dan keluar dari NKRI, karena kita berhak menentukan nasib diatas tanah kita sendiri. Ya, itu saran saya kepada teman-teman dari Non Papua. Ya, sudahlah kalian kan hampir kuasai dunia bisnis (perekonomian) dan juga pemerintahan. Sehingga dunia politik ini biarlah di kasih untuk rakyat Papua, karena dalam Undang-Undang itu bilang begini, ‘engkau mengenal rakyat, maka rakyat mengenal engkau,” tuturnya.

“Terus engkau yang tinggal dan engkau yang bukan marga asli Jayapura ini mau bicara apa di kampung-kampung sana. Ko mau bicara apa di Demta, atau di Depapre. Ko mau bicara apa, karena engkau tidak mengenal tentang adat istiadat disitu,” tambah Karel Samonsabra.

Untuk itu, dirinya juga mengajak kepada seluruh masyarakat Kabupaten Jayapura, untuk membuka mata serta melihat siapa yang layak menjadi pemimpin di Bumi Khenambay Umbay.

“Jangan memilih karena ada duitnya, jangan memilih karena dikasih uang. Tapi, memilihlah untuk orang yang benar-benar bekerja untuk membangun negeri ini,” imbuhnya.

Karel juga mengaku bila Undang-undang Otsus sudah jelas mengatur bahwa OAP harus mendapat porsi yang lebih di negerinya sendiri, “ Saya kira mari sudah, sesuai dengan Undang-Undang Otsus inikan Negara sudah kasih seluruhnya itu kepada Orang Asli Papua (OAP). Jadi kasihlah kesempatan kepada masyarakat asli Papua asal Kabupaten Jayapura untuk menggunakan hak politiknya,” Pungkas Karel Samonsabra.

Bupati Mathius : Terlalu Dini Menilai Saya Gagal

Sementara itu, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, S.E., M.Si., ketika dikonfirmasi Redaksi Topik terkait komentar Karel Samonsabra yang menilai dirinya gagal sebagai Pembina politik di kabupaten Jayapura mengaku tidak ingin membantah pernyataan Karel, “ Masih terlalu dini menilai saya gagal, apalagi pihak penyelenggara dalam hal ini KPU belum (baru) lakukan penghitungan suara di tingkat Kabupaten Jayapura, “ ungkap Bupati Mathius via telepon selulernya, Senin (29/04/19).

“Saya tidak (ingin) membantah, setiap orang silahkan beri komentar. Tapi, inikan KPU belum (baru) hitung atau belum tetapkan begitu. Proses (penghitungan suara) di PPD kan sedang jalan, (masih ada) yang belum selesai juga sampai di tingkat KPU. Hasilnya seperti apa kita kan belum tahu. Kalau memang yang terpilih nanti itu mungkin dia punya persiapan bagus,” tambah Mathius.

Kedua, lanjut Bupati Mathius, setiap partai politik harus berjuang masing-masing dan tidak boleh menjadi (cari) kambing hitam dimana-mana.

“Saya pikir itu biasa, dimana-mana juga seperti itu. Contoh di Kota Jayapura, apalagi di Kabupaten Keerom itu biasa lah. Jadi kalau tidak bisa dapat suara banyak, berarti koreksi diri masing-masing. Itu kan setiap orang punya kinerja, setiap orang punya wibawa, dan setiap orang punya persiapan. Jadi, kita tidak usah persalahkan siapa-siapa, karena setiap partai politik itukan mengurus rumah tangganya sendiri. Kita lihat saja nanti toh, apalagi inikan baru proses dan juga belum selesai, terus KPU masih lakukan penghitungan dan ditingkat PPD juga belum selesai,” Beber nya.

“Jadi intinya bahwa ini belum ditetapkan dan juga masih dalam proses. Ya, kita tunggu aja nanti baru kita respons komentar orang dan untuk saat ini jangan mencari kambing hitam dimana-mana,” pungkas Mathius Awoitauw.

Ketua LSM Papua Bangkit : Semua Punya Hak yang sama Sebagai Wakil Rakyat

Pernyataan Karel Samonsabra yang meminta agar masyarakat Non Papua yang kebanyakan berlatar belakang sebagai pengusaha itu tidak usah maju dalam Pileg ini ditentang keras oleh Ketua LSM Papua Bangkit yang juga Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Kabupaten Jayapura, Hengky Jokhu.

“Seharusnya dia (Karel Samonsabra) ini bisa berjiwa besar untuk mengucapkan selamat kepada mereka yang terpilih dan mendukung mereka untuk menjalankan amanah pemilih secara baik dan benar lewat tugas dan karya sebagai legislator di DPR lima tahun kedepan,” Ungkap Hengky Jokhu saat di temui Redaksi Topik, Senin (29/04/19).

Hengky Jokhu juga mengungkapkan bahwa Pemilu adalah pesta demokrasi yang dilaksanakan secara nasional.

“Jadi siapapun kita dan apapun visi dan status kita, marilah bersama-sama untuk mendukung proses pemilihan itu yang saat ini sudah dalam tahapan perhitungan suara di KPU dan apapun hasilnya kita harus menerimanya dengan lapang dada. Tidak perlu kecewa dan itulah pesta demokrasi. Tidak perlu menyalahkan atau menuduh orang terpilih karena beli suara dan lain sebagainya,” tutur Hengky Jokhu.

Untuk itu, dirinya menilai bahwa masyarakat yang ikut dalam pemilihan itu realisitis. Karena masyarakat akan lebih memilih orang yang mereka percaya untuk mewakili aspirasi mereka di lembaga DPRD.

“Hal ini terlepas dari asal-usulnya orang tersebut. Apakah dia itu pendatang (Non Papua) atau dia itu OAP, apakah dia orang yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Itu tidak ada pengaruhnya. Apakah dia berambut lurus atau kerinting itu tidak berpengaruh sama sekali, sepanjang dia dipercaya dan dipilih oleh rakyat, silahkan dia mengemban amanat rakyat lewat kursi Legislatif tersebut,” ujarnya.

Sehingga dirinya meminta kepada yang tidak terpilih untuk tidak merasa kecewa ataupun berkecil hati, karena menurutnya, mereka yang terpilih adalah yang terbaik.

 “Ya, itu hak, setiap warga Negara punya hak politik apakah dia seorang pengusaha, apakah dia seorang pegawai negeri, apakah dia seorang pendeta atau kiyai atau ustat, atau biksu. Sepanjang dia putuskan untuk terjun ke politik tidak ada satu undang-undangpun yang melarang hal itu” tegasnya.

“Jadi silahkan bersaing, silahkan bertanding, siapa yang dipilih, dia itu yang akan duduk di legislative. Kalau dia melarang pegusaha kenapa tidak melarang para pendeta yang rame-rame ikut terjun ke politik, bukannya pendeta itu tugasnya untuk melayani umat,” tambahnya.

Jadi menurut Hengky apa yang dikatakan Karel adalah hal yang sangat salah. Karena setiap warga Negara punya hak yang sama.

Terkait pernyatan Karel bahwa masyarakat non Papua tidak boleh terjun ke Politik karena sudah diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001, Hengky menjelaskan bahwa hak-hak OAP itu sudah terakomodir dalam Majelis Rakyat Papua (MRP) dan 14 Kursi Otsus di DPRP.

“Saya ulangi, hak-hak asli orang Papua itu sudah terakomodir melalui MRP dan 14 kuris yang ada di DPRP. Itu adalah hak politik, kalau bicara tentang hak-hak asli orang Papua” ungkapnya.

Dijelaskannya lagi, sementara diluar koridor itu, MRP dan 14 Kursi DPRP, siapapun bisa ikut bersaing. “dari mana asalnya, apa agamanya, apa sukunya apa status sosialnya dan bagaimana bentuk rambutnya itu tidak ada urusannya” jelasnya.

“Kalau ada legislator yang kalah lalu melarang pengusha dan non Papua, saya sebagai Ketua LSM Papua Bangkit ada di belakang saudara-saudara yang non Papua sepanjang mereka benar dan bersaing secara sehat silahkan dan kami akan terus mendorong” tegasnya lagi.

Ditambahkannya, UU Otsus itu sudah memberikan seluruh kemudahan dan sangat dinikmati oleh orang asli Papua, “Kalau ada orang asli Papua yang merasa tidak merasa menikmati atau mendapat manfaat dari undang-undang Otus, silahkan berhadapan dengan saya, mari kita adu argument soal itu,  bandingkan saja di seluruh Indonesia dimana orang bisa mendapatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis. Kemudian gradenya diturunkan 20 persen dari grade nasional. Dimana? Afirmasi pendididkan itu hanya ada di Papua tidak di daerah lain” paparnya.

“Jadi jangan berlebihan, Negara sudah memberikan yang terbaik marilah kita lakasanakan itu dulu, Negara sudah terlalu banyak memperhatikan OAP jangan sudah di kasih hati minta jantung, dikasih jantung maunya bergantung jadi yang wajar-wajar aja karena penderitaan yang kita rasakan itu bukan hanya di Papua tapi diseluruh Indonesia di hampi 600 kabupaten/kota yang ada di 34 provinsi. Hanya di Papua aja yang teriaknya sampai ke langit ke tujuh” katanya.

Ketidak adilan politik menurutnya juga dirasakan di daerah manapun. Tetapi dirinya meminta agar jangan mepolitisir itu sebagai haknya OAP. “Jangan, tidak ada urusannya itu. OAP sudah terakomodir lewat MRP dan 14 kursi jadi jangan menyalahtafsrikan Undang-undang Otsus itu” pintannya.

Soal pandangan lebih baik Papua memisahkan diri dari NKRI menurut Hengky itu adalah pandangan kelopok yang kalah perang.

“Tidak ada hubungannya, kalau mau pernyataan dikelurakan, kenapa setelah kalah perang kemudian bikin statement-statement yang sifatnnya tendensius dan justru merugian OAP itu sendiri. Kalau saya dari LSM Papua bangkit ini, kita mendorong justru semakin banyak transmigrasi masuk justru semakin bagus untuk kita bersaing” ujarnya.

“Kalu semuanya dikasih ke OAP, saya juga OAP malahan bukan maju tapi kita akan semakin mundur dan itu fakta, lima tahun yang lalu saya berususan panjang lebar dengan DPRD maupun DPRP tidak berkualitas, justru di dominasi oleh OAP dan DPRD nya sangat tidak produktif termasuk di DPRP. Oleh karena itu kita berharap, saudara-saudara yang pendatang apapun statusnya silahkan mereka bersaing supaya pikiran-pikiran cerdas mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih mencerahkan pembangunan di Papua lewat Perda” jelas Hengki.

Lebih lanjut Hengki menjelaskan, persoalan berikutnya itu bukan siapa yang akan menjadi Legislator, tetapi bagaimana kesinambungan pembangunan itu harus bisa digarap secara baik.

“Apakah duduk sebagai anggota Legislatif, Eksekutif ataupun sebagai masyarakat biasa atau pengusaha, masyarakat adat, atau siapapun dia dan apapun status sosialnya marilah bersama-sama kita membangun kabupaten ini yang baru saja dilanda bencana ini, yang mampu merecovery dirinya untuk mengejar ketertinggalan dan kita juga jangan lupa bahwa ada Inpres Nomor 9 tahun tahun 2017 tentang percepatan pembangunan masyarakat Papua dan Papua Barat,” jelasnya.

Hengky mengatakan bahwa Inpres itu belum selesai, oleh karena itu, setiap komponen masyarakat dapat secara bersama-sama baik itu di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi harus ikut dalam program percepatan pembangunan.

Khususnya pembangunan ekonomi di Tanah Papua pada umumnya dan secara khusus di Kabupaten Jayapura. Oleh karena itu dirinya meminta kepada setiap lapisan masyarakat dapat menerima secara lapang dada apapun hasil dari Pemilu yang telah berlangsung pada tanggal 17 April 2019 lalu. (Redaksi Topik/Irf)

No More Posts Available.

No more pages to load.