Sejauh ini, fenomena sampah pelastik telah menjadi momok menakutkan di setiap belahan bumi. Hal ini disebakan karena selain sulit untuk didaur ulang, plastik juga punya andil yang cukup besar terhadap kerusakan lingkungan.
Merauke, Topikpapua.com, – Pagi itu, Danuri dan putra bungsunya tengah memilah-milah sampah plastik yang berhasil ia kumpulkan di sepanjang Jalan Raya Mandala, Merauke, Papua.
Bekerja sebagai pengumpul sampah atau yang kerap disebut dengan nama pemulung ini, sudah dilakoni Danuri sekitar 15 tahun.
Dia juga sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa ia akan menjadi pemulung. Pasalnya, pria kelahiran tahun 1964 silam ini awalnya adalah seorang petani di Distrik Tanah Miring.
Namun karena ia tidak menemukan antusiasmenya sebagai seorang petani, akhirnya Danuri memutuskan hijrah ke Kota Merauke, berjualan berbagai macam jajanan anak.
Tiga tahun lebih ia berjualan berbagai macam jajanan di sejumlah sekolah. Pada suatu hari, saat ia tengah berjualan di salah satu sekolah yang beralamat di Jalam TMP Polder itu, dia ditegur oleh seorang guru untuk tidak berjualan lagi di seputaran sekolah tersebut.
“Waktu itu saya jualan es parut dan mainan, saya ditegur sama guru untuk tidak boleh jualan lagi disitu. Alasannya karena saya jualan disitu anak-anak sering keluar sekolah bahkan banyak yang bolos,”curhatnya.
Setelah ditegur seperti itu, Danuri lantas memutuskan untuk berhenti jualan. Tujuannnya berhenti berjualan kala itu, agar seluruh siswa yang ada di sekolah dan sekolah lainnya tidak lagi terganggu karena kehadirannya.
Hampir tiga minggu berhenti berjualan, kemudian Danuri diajak oleh salah satu rekannya untuk mencari barang rongsokan. Mendapat ajakan tersebut, dia tidak langsung mengiyakannya.
“Tidak langsung saya ikut, saya malah sempat bertanya itu hasilnya bagaimana dan barang rongsok seperti apa saja yang bisa dijual. Tapi teman saya ini tidak mau menjelaskan. Jadi, tiga kali teman saya ini ngajak saya untuk nyari barang rongsok, diajakan ke 3 ini baru saya ikut,” ujarnya.
Di hari pertama mengikuti temannya mencari barang rongsokan, kata Danuri mereka berdua berhasil meraup rejeki uang senilai Rp300 ribu.
“Uang itu hasil dari mencari besi tua, kaleng bekas sama barang-barang rongsokan lainnya seperti Sanyo rusak, mesin cuci rusak dan lain-lain. Untuk Sanyo dan mesin cuci rusak yang kita dapat itu, kita preteli dan ambil bagian-bagian dalamnya yang bisa di jual. Setelah semua itu kita jual dapat uang sekitar Rp300 ribu dan uang itu kita bagi dua,”bebernya.
Beberapa minggu sudah Danuri bekerja bersama rekannya untuk mencari barang rongsokan. Rekannya melihat ia sudah bisa bekerja sendiri sehingga mengusulkan agar bisa bekerja secara mandiri. Mendapatkan usulan tersebut, diapun langsung menyetujuinya.
Pertengahan tahun 2008 ia sudah bekerja sendiri. Saat itu, Danuri masih mengumpulkan seluruh barang rongsokan mulai dari besi tua, kaleng almunium, dan alat-alat elektronik rusak yang ia temukan.
Selama perjalanannya kurang lebih satu tahun mencari rongsokan, tepatnya pada tahun 2009 dia melihat salah satu papan reklame yang ada di Lingkaran Brawijaya (Libra) yang mengajak seluruh masyarakat di Kabupaten Merauke untuk menyelamatkan bumi dari ancaman sampah plastik.
“Dulu Libra belum seperti sekarang ini, sepanduk reklame itu di pasang di depan kuburan. Yang pasang reklame itu tidak tahu dari lembaga mana yang pasti itu bukan dari dinas lingkungan ataupun pemerintah,”kata Danuri.
Melihat hal tersebut Danuri tertarik untuk mencoba beralih untuk mengumpulkan sampah plastik. Karena saat itu internet di Kota Merauke belum sebaik saat ini, Danuri mencoba mencari referensi soal apa saja bentuk daur ulang dari sampah plastik.
“Saya sudah tanya ke teman-teman sesama pengumpul rongsok disini, tapi katanya agak susah di daur ulang dan dijual kembali,” tuturnya.
Pada akhir tahun 2009, Danuri bertemu dengan seorang Anggota Lantamal XI Merauke, yang kebetulan juga mengguti usaha daur ulang sampah plastik di Jawa Timur.
Kata Danuri, pertemuannya dengan Anggota TNI-AL bernama Chandra ini sangatlah kebetulan. Kala itu, dia sedang mengumpulkan sampah di perumahan Angkatan Laut.
“Mungkin karena pak Chandra ini lihat saya sedang memilah-milah sampah pelastik untuk dipisahkan dari sampah rumah tangga, jadi beliau datang hampiri saya dan tanya mau diapakan sampah-sampah pelastik itu,” kisahnya.
Karena saat itu Danuri belum tahu apa yang akan dia lakukan dengan sampah-sampah plastik itu, dia hanya menjawab cuma mengumpulkannya saja. Karena memang saat itu dia belum mendapat referensi untuk mengolah sampah pelastik itu.
Akhirnya diapun diajak kerja sama oleh Anggota TNI-AL tersebut untuk mengumpulkan sampah plastik yang kemudian nantinya dikirimkan ke Surabaya di tempat pengolahan sampah pllastik milik Anggota TNI-AL tersebut.
Satu tahun bekerja sama dengan Chandra, Danuri akhirnya merasakan menemukan keinginan sebenarnya. Karena dinilai rajin dan hasil kerja Danuri sangat memuaskan, Chandra pun memberikan satu unit untuk alat press kepadanya.
Kata Danuri mengumpulkan sampah plastik di Bumi Anim-Ha merupakan suatu panggilan baginya untuk menyelamatkan Kabupaten Merauke dari ancaman sampah pelastik yang kian hari kian mengunung.
Karena menurutnya setiap hari Pemkab Merauke melalui Dinas Lingkungan Hidup selalu “berteriak” kepada masyarakat agar tidak lagi menggunakan plastik dalam segala jenis aktivitas. Sayangnya teriakan itu tidak berbuah hasil yang baik.
“Kan bisa dilihat sendiri, sampah pelastik setiap hari ada dimana-mana. Percuma mau teriak sampai berbusa juga kalau tidak ada gerakan, ya tetap sampah pelastik akan aada di mana-mana,” tuturnya
Danuri mengatakan, ada beberapa cara untuk menyelamatkan Bumi Anim-Ha dari ancaman sampah pelastik, yakni memberdayakan semua pemulung yang ada di daerah tersebut.
“Caranya mudah cukup memberikan pelatihan kepada para pemulung yang ada di sini bagaimana mengolah sampah plastik dan mencarikan mereka pasar di luar, maka saya jamin Merauke akan bebas dari sampah pelastik” paparnya.
Dia sendiri memiliki keinginan akan hal tersebut, hanya saja dia terkendala di modal karena hingga saat ini dia masih bekerja secara mandiri.
“Sering ada yang membawa plastik seperti botol air mineral dan kemasan makanan ke saya, tapi saya belum bisa ambil karena terkendala di modal. Kalau pemerintah bisa melihat ini, ini akan baik untuk kesejahteraan masyarakat khususnya bagi para pemulung yang ada disini” tutupnya. (Arie Bagus Poernomo)