Berangkat dari pengalamannya sebagai seorang guru sekolah minggu yang peduli akan anak-anak, pada tahun 2012 Hanny Felle membuat suatu kelompok belajar anak. Saat itu hanya bermodalkan daun sagu dan botol air mineral bekas yang ia kumpulkan, Hanny dengan semangatnya memberikan materi pembelajaran kepada anak-anak yang ada di Kampung Yoboi, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.
Sentani, Topikpapua.com – Di teras rumah papan berukuran 12×6 meter itu, menjadi tempat berkumpulnya para bocah di Kampung Yoboi setiap sore. Kendati sambil bergurau, namun anak-anak tersebut tetap menyimak semua materi pembelajaran yang diberikan oleh Hanny Felle.
Hanny, begitu ia disapa, berkisah bahwa ia membuka Kelompok Belajar Anak (KBA) pada tahun 2012 silam. Kala itu, Hanny hanya menggunakan media belajar seadanya, yakni dengan menggunakan daun sagu kering yang ial petik di Dusun Sagu, Kampung Yoboi. Ia juga memanfaatkan botol air mineral bekas yang ia kumpulkan dari limbah yang ada di sekitaran Danau Sentani.
Melihat anak-anak yang ada di Kampung Yoboi tempat ia tinggal itu sangat antusias untuk belajar, secara perlahan Hanny pun mulai melengkapi semua fasilitas yang ada di rumahnya itu dengan berbagai media belajar.
“Jadi, saya melengkapi semua yang dibutuhkan anak-anak untuk belajar mulai dari pensil, pulpen, crayon bahkan buku tulis dan buku gambar. Ya, tidak memang tidak mudah tapi saya mencobanya,” ucap Hanny.
Perjuangan Hanny untuk mencukupi kebutuhan media belajar memang tidak mudah. Pasalnya, Hanny harus pergi memancing di tengah Danau Sentani dan ikut memeras sagu terlebih dahulu. Seusai memancing dan memeras sagu, Hanny masih harus menyeberang lagi ke Pasar Lama Sentani untuk menjual hasil tangkapan ikan dan sari pohon sagu yang telah diperasnya.
Aktifitas seperti itu terus ia lakoni setiap harinya selama enam tahun. Apalagi pada tahun 2018 melihat animo anak-anak yang datang untuk belajar ke rumahnya semakin banyak. Hanny pun mulai berpikir untuk membuat sebuah rumah baca.
“Kurang lebih enam tahun berjalan dengan Kelompok Belajar Anak (KBA). Saya mulai berpikir untuk membuat rumah baca disini. Karena anak-anak yang datang ke rumah ini bukan hanya dari Kampung Yoboi saja, tapi ada juga yang dari kampung-kampung tetangga di tepian Danau Sentani lainnya seperti Babrongko dan lain-lain,”katanya.
Upayanya untuk membangun rumah baca yang ia impikan itu juga tidak berjalan mulus. Ia harus pergi memancing, memeras sagu dan juga berjualan ke pasar.
Dari hasil jualan sagu dan ikan itu, selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan melengkapi kebutuhan belajar anak-anak di rumahnya. Perlahan Hanny menyisihkan uang untuk membeli buku guna mewujudkan mimpinya menghadirkan rumah baca.
Sekitar 2 bulan mengumpulkan uang dari hasil jualan yang ia sisihkan, Hanny mulai membuka rumah baca yang hanya memiliki 5 buah buku cerita rakyat. Rumah baca yang ia buka itu, diberi nama Onomi Niphi yang ia ambil dari Bahasa Sentani yang berarti jalan keselamatan.
“Nama rumah baca ini juga sejalan dengan visi-misi saya yaitu menyelematkan anak-anak asli Papua, khususnya yang berada di sekitaran Danau Sentani dari yang namanya buta aksara,” beber Hanny.
Usaha tidak pernah menghianati hasil, ya pepatah ini sangat berkaitan dengan perjuangan yang dilakukan Hanny selama ini. Atas semangat juangnya membangun rumah baca ini, akhirnya Hanny dilirik oleh salah satu lembaga non pemerintah (NJO) yang bergerak di bidang pendidikan dan perlindungan anak yaitu Wahana Visi Indonesia (WVI).
“Sampai hari ini lembaga itu sudah bekerja di Kampung Yoboi ada sekitar 11 Tahun. Awalnya memang mereka sudah membantu saya untuk memberikan materi pembelajaran kepada anak-anak disini. Tapi saat saya mulai buka rumah baca, barulah mereka turut serta membantu lebih banyak mulai dari menambah koleksi buku dan peralatan-peralatan yang lain,”ucap Hanny perlahan tapi pasti semua peralatan dan semua kebutuhan untuk rumah baca yang didirikannya itu mulai terlengkapi oleh dukungan WVI.
Namun sayang, setahun rumah bacanya itu berdiri, tepat pada Maret 2019 Kabupaten Jayapura mengalami musibah Banjir Bandang. Kampung Yoboi yang terletak di tepian Danau Sentani saat itu memang tidak terdampak langsung oleh bencana tersebut.
Hanya saja pada saat itu permukaan air Danau Sentani mengalami air pasang yang cukup tinggi, sehingga merendam semua buku dan peralatan yang ada di rumah baca yang sudah susah payah ia dirikan itu.
“Ya, waktu itu kita tidak bisa berbuat apa-apa, namanya juga musibah siapa yang tahu,” ucapnya bijak.
Meski sempat dilanda bencana, Hanny tetap teguh dengan pendiriannya. Karena ia punya satu tujuan pasti yakni untuk membantu pemerintah setempat dalam mengentaskan buta aksara di daerahnya.
Bencana Banjir Bandang Sentani pun berlalu, bersama WVI, dia kembali berbenah dan menata rumah baca yang ia dirikan itu.
Akhirnya, usaha yang dilakukan oleh Hanny kembali dilirik oleh Pemkab Jayapura melalui Dinas Kominfonya. Dinas tersebut membantu rumah baca Onomi Niphi berupa beberapa rak dan buku bacaan.
“Mereka antarkan langsung kesini. Saya juga tidak pernah menduga kalau hal ini akan terjadi,”sergahnya.
Sejak saat itu bantuan demi bantuan terus mengalir kepada rumah baca Onomi Niphi yang ia dirikan. Dan kehadiran rumah baca tersebut tentu memberikan dampak positif kepada seluruh masyarakat yang ada di Kampung Yoboi.
“Sampai saat ini saya sudah bermitra dengan berbagai lembaga baik non pemerintah maupun pemerintahan dari tingkat kabupaten, provinsi bahkan pusat,”tutur Hanny.
Perhatian Hanny dalam dunia literasi tak berhenti di Kampung Yobo saja. Terbukti hingga medio tahun 2022 ini, Hanny sukses membuka total 18 rumah baca di 9 distrik yang ada di Kabupaten Jayapura, mulai dari Sentani, Waibu, Ebungfau, Depapre dan beberapa distrik lainnya.
Tak hanya mencerdaskan anak-anak asli Papua melalui literasi, Hanny juga ingin rumah baca yang didirikannya itu menjadi peluang pekerjaan bagi perempuan Papua.
“Karena yang akan bangun kita punya Tanah Papua ini bukan orang lain, tetapi kita sendiri. Maka itu anak-anak Papua harus cerdas supaya bisa membangun Papua agar lebih baik kedepan” tutupnya. (Arie Bagus Poernomo)